Karir saya lahir dari bidang kesehatan dan tumbuh dalam dunia epidemiologi. Latar belakang pendidikan saya murni di bidang ini, mulai dari sarjana S1 hingga akhirnya menggenggam gelar Master Epidemiologi. Meskipun sudah beberapa kali saya dipindahtugaskan di luar Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) di dinas kesehatan, namun secara akumulasi saya sudah lebih dari 10 tahun mengabdi terkait epidemiologi dan pengendalian penyakit, menekuni surveilans epidemiologi di Puskesmas hingga Dinas Kesehatan. Saya bukan hanya bekerja, saya hidup di dalamnya: menghitung angka kesakitan, merangkai peta penyebaran penyakit, mengurai kluster kasus, melakukan penyelidikan epidemiologi, dan menyusun rekomendasi intervensi yang bermakna.
Namun ironisnya, hingga saat ini saya belum bisa menduduki jabatan fungsional epidemiolog.
Kenapa?
Jawabannya bukan karena saya belum kompeten, bukan karena saya kurang pengalaman, bukan pula karena saya belum memiliki dedikasi. Masalahnya adalah sistem yang belum siap. Seiring perubahan sistem Uji Kompetensi (UKOM) Jabatan Fungsional Kesehatan dari yang semula berbasis portofolio ke sistem Computer Assisted Test (CAT), saya justru tersandung. Bukan karena tidak ingin atau tidak mampu mengikuti ujian, tapi karena satu hal krusial: belum adanya formasi (rumah) bagi jabatan ini.

Belum Ada Formasi. Belum Bisa Uji Kompetensi. Titik.
Untuk bisa ikut UKOM dan resmi menduduki jabatan fungsional epidemiolog kesehatan, saya memerlukan formasi jabatan yang telah diverifikasi Kementerian Kesehatan RI. Namun hingga kini, formasi itu belum juga tersedia. Saya yakin kondisi ini bukan hanya saya sendiri yang mengalaminya. Mungkin banyak rekan sejawat lainnya di seluruh Indonesia mengalami hal serupa. Permasalahan ini tak berhenti di Kemenkes RI saja. Peta jabatan yang menjadi syarat pengusulan formasi juga akan terhambat pengesahannya oleh KemenPAN-RB. Tanpa pengesahan itu, pemerintah daerah melalui instansi kepegawaian dan Dinas Kesehatan tidak bisa berbuat banyak. Akibatnya, niat baik pemerintah pusat untuk meningkatkan profesionalisme ASN justru terhambat di level implementasi.

Sebuah Sistem yang Gagal Mengakomodasi SDM Berpengalaman
Sistem yang seharusnya mendukung profesionalisme dan memperkuat lini kesehatan masyarakat, justru menciptakan kebuntuan. Banyak tenaga kesehatan berkualifikasi tinggi yang “tersandera” karena tak ada tempat resmi bagi mereka. Kita bicara soal SDM yang sudah puluhan tahun mengabdi, punya pengalaman lapangan, punya ilmu, tapi tak punya jabatan fungsional yang layak untuk dirinya bekerja secara profesional. Saya sangat mengapresiasi niat baik Kemenkes RI dalam membangun sistem UKOM berbasis CAT yang objektif dan profesional. Namun, tanpa kesiapan formasi jabatan dan dukungan administrasi dari instansi kepegawaian daerah, semua itu hanya menjadi niat baik di atas kertas.
Harapan Saya: Akomodasi Nyata, Bukan Sekadar Regulasi
Sebagai ASN yang telah bertahun-tahun berada di lapangan, saya berharap ada sinkronisasi kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Jangan biarkan sistem berjalan sendiri-sendiri dan membuat SDM potensial menjadi korban dari kebijakan yang tak menyentuh realita. Saya tidak ingin mengeluh. Saya hanya ingin jabatan fungsional yang sesuai dengan kompetensi saya. Jabatan yang bisa membuat saya berkontribusi lebih optimal untuk masyarakat, secara profesional dan diakui.
Ini bukan cerita saya saja. Ini adalah suara banyak epidemiolog di berbagai daerah. Semoga artikel ini bisa menjadi jendela bagi para pengambil kebijakan untuk melihat lebih dalam kondisi di lapangan, dan tidak lagi membiarkan para pejuang kesehatan masyarakat ini terus “menunggu rumah” yang tak kunjung ada.
Jika Anda memiliki informasi mengenai ketersediaan formasi jabatan Epidemiolog Kesehatan, silakan bagikan melalui kolom komentar