Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) merupakan salah satu komponen utama dalam sistem surveilans epidemiologi Indonesia, yang berfungsi untuk mendeteksi secara dini dan merespons potensi Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit menular. Dalam beberapa tahun terakhir, terutama pasca pandemi COVID-19, urgensi penguatan SKDR semakin dirasakan oleh para pemangku kepentingan di sektor kesehatan. Digitalisasi menjadi salah satu strategi utama yang diadopsi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi sistem ini. Namun, di tengah percepatan teknologi, berbagai tantangan signifikan juga muncul, terutama dalam hal infrastruktur, integrasi sistem, serta kompetensi sumber daya manusia di lapangan.
Tantangan Implementasi SKDR di Era Digital
Berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Fitriani, Hargono, dan Isfandiari (2024), meskipun cakupan pelaporan SKDR mengalami peningkatan drastis dari 10,52% pada tahun 2021 menjadi 81,58% pada tahun 2022, kualitas pelaporan masih menjadi persoalan. Tingkat ketepatan laporan hanya mencapai 28,95%, yang menunjukkan bahwa sebagian besar laporan tidak memenuhi standar waktu dan kualitas yang diharapkan. Masalah ini tidak terlepas dari rendahnya kapasitas teknis petugas surveilans di fasilitas pelayanan kesehatan primer, terutama di wilayah dengan akses terbatas terhadap teknologi dan jaringan internet.
Selain itu, kompleksitas sistem informasi kesehatan di Indonesia juga menjadi tantangan besar. Terdapat lebih dari 40 sistem surveilans yang berjalan secara paralel tanpa integrasi yang memadai. Fragmentasi ini menyebabkan ketidakefisienan dalam pengumpulan dan analisis data, serta menghambat respons cepat terhadap indikasi awal penyakit menular (World Health Organization [WHO], 2024a). Hal ini juga menimbulkan beban ganda bagi petugas kesehatan yang harus melaporkan data yang sama ke berbagai sistem yang berbeda, sering kali dengan format dan indikator yang tidak seragam.
Pemanfaatan data dari SKDR pun belum maksimal dalam mendukung pengambilan kebijakan. Penelitian oleh Maulida, Heryanto, dan Wibowo (2018) menunjukkan bahwa data yang dikumpulkan melalui sistem ini di Kabupaten Wonogiri tidak digunakan secara sistematis untuk pengambilan keputusan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan kapasitas analisis di tingkat kabupaten, serta belum adanya mekanisme yang terstruktur untuk mendistribusikan informasi kepada para pengambil keputusan.
Prospek Masa Depan SKDR
Meski demikian, digitalisasi sistem SKDR telah memberikan peluang besar untuk inovasi. Pengembangan dashboard interaktif yang memungkinkan visualisasi data secara real-time telah diterapkan, memungkinkan analisis tren dan deteksi sinyal penyakit dengan lebih cepat (Fitriani et al., 2024). Penggunaan pendekatan pelaporan berbasis kejadian (event-based surveillance) juga memperkaya sumber data yang tidak hanya berasal dari fasilitas layanan kesehatan, tetapi juga dari media sosial, berita daring, dan laporan masyarakat.
Integrasi SKDR dengan sistem lain seperti Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIMRS) dan sistem laboratorium juga sedang dalam tahap pengembangan. Namun, tantangan teknis seperti interoperabilitas dan standar data tetap harus diselesaikan terlebih dahulu (The Jakarta Post, 2022). Seiring dengan itu, teknologi kecerdasan buatan dan big data analytics mulai dilirik untuk memperkuat sistem deteksi dini. WHO, misalnya, telah mengembangkan model seperti EpiGNN yang mampu memprediksi penyebaran penyakit dengan mempertimbangkan pola spasial dan temporal secara simultan (WHO, 2024a).
Prospek masa depan SKDR bergantung pada sejumlah strategi kunci. yang meliputi:
- Penguatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan reguler di bidang epidemiologi digital dan manajemen data kesehatan.
- Peningkatan infrastruktur teknologi informasi terutama di daerah terpencil untuk mendukung pelaporan berbasis mobile dan cloud.
- Pendekatan lintas sektor seperti One Health perlu diimplementasikan agar data dari sektor kesehatan hewan dan lingkungan dapat dikompilasi dalam satu sistem surveilans terpadu, khususnya untuk mendeteksi penyakit zoonotik dan kejadian luar biasa lintas spesies (WHO, 2024a).
Kesimpulan
Secara keseluruhan, transformasi digital dalam sistem SKDR merupakan kebutuhan mendesak dalam menghadapi tantangan penyakit menular yang kian kompleks dan dinamis. Meskipun terdapat berbagai hambatan struktural dan teknis, kemajuan yang telah dicapai menunjukkan bahwa sistem ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sistem surveilans epidemiologi yang lebih tangguh, responsif, dan adaptif terhadap perubahan zaman.
Referensi
- Fitriani, H., Hargono, A., & Isfandiari, M. A. (2024). Perkembangan pemanfaatan teknologi digital surveilans sistem kewaspadaan dini dan respon (SKDR)/EWARS di Indonesia. Majalah Sainstekes, 10(2), 103–116.
- Maulida, M., Heryanto, S., & Wibowo, T. A. (2018). Surveillance data Early Warning Alert and Response System (EWARS) as information for decision making in Wonogiri District, Central Province, 2017. Berita Kedokteran Masyarakat, 34(3), 135–140.
- The Jakarta Post. (2022, April 11). Streamlining Indonesia’s pandemic warnings. The Jakarta Post.
- World Health Organization. (2024a, February 29). Building a robust health shield: Strengthening Indonesia’s surveillance for emergency preparedness.
- World Health Organization. (2024b, August 30). Indonesia ramps up capacities to detect and respond to outbreaks of emerging and epidemic-prone diseases.