Setiap gema takbir yang menggema saat Idul Adha membawa suasana yang berbeda. Ada keheningan yang menggetarkan hati, ada semangat berbagi yang menyatukan jiwa. Hari Raya Kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan dan membagikan daging. Ia adalah puncak dari sebuah refleksi panjang tentang pengorbanan, kepedulian, dan nilai hidup yang lebih tinggi.
Di balik semua itu, kurban sesungguhnya menyentuh aspek yang sangat luas, bahkan sampai pada makna kesehatan yang sejati. Tak hanya fisik, tapi juga sosial, mental, dan spiritual. Menariknya, hal ini sangat sejalan dengan definisi sehat menurut World Health Organization (WHO), yaitu:
“Sehat adalah keadaan sempurna baik secara fisik, mental, dan sosial, dan bukan sekadar ketiadaan penyakit atau kelemahan.”
Dalam konteks inilah, kurban dapat dilihat sebagai sarana yang membawa kesehatan secara menyeluruh, jika kita memahami dan menjalaninya dengan sepenuh makna.
Kesehatan Fisik dari Daging Kurban
Setiap daging kurban yang dibagikan membawa manfaat gizi nyata. Daging kambing dan sapi yang sehat merupakan sumber protein hewani yang sangat penting bagi tubuh. Kandungan zat besi membantu mencegah anemia, sementara vitamin B12 menjaga fungsi otak dan saraf. Bagi masyarakat kurang mampu, daging kurban adalah peluang langka untuk mendapatkan asupan nutrisi berkualitas tinggi yang sangat dibutuhkan tubuh.
Namun kesehatan fisik juga menuntut kebijaksanaan. Konsumsi daging yang berlebihan, apalagi diolah dengan cara yang tidak sehat seperti digoreng dalam minyak berlebih atau dimasak dengan santan kental, justru dapat berisiko menimbulkan penyakit. Maka dari itu, hikmah kurban mengajarkan keseimbangan. Islam tak hanya mendorong memberi, tapi juga hidup sehat dan tidak berlebihan. Itulah salah satu bentuk syukur kepada nikmat tubuh yang telah Allah SWT anugerahkan.
Kesehatan Mental dari Rasa Ikhlas dan Kepedulian
Kurban juga membawa dampak yang besar bagi kesehatan mental. Saat seseorang berkurban, ada rasa lega karena telah memenuhi perintah agama, namun lebih dari itu, ada perasaan damai karena telah memberi. Memberi, apalagi dalam bentuk yang begitu bermanfaat seperti makanan, telah terbukti dalam banyak riset psikologi mampu meningkatkan hormon kebahagiaan dan mengurangi stres.
Bagi yang menerima, daging kurban bukan sekadar makanan, ia adalah bentuk pengakuan dan cinta. Ia membawa perasaan dihargai dan diperhatikan. Dalam iklim sosial yang kadang membuat sebagian merasa terpinggirkan, pemberian ini bisa menjadi penyembuh luka yang tak terlihat.
Kesehatan Sosial dari Kebersamaan
Idul Adha menggerakkan banyak tangan. Dari yang mengurus hewan kurban, hingga yang membagi-bagikan daging. Semua berinteraksi, semua bekerja sama. Tak peduli kaya atau miskin, tua atau muda. Momen ini menyatukan masyarakat dalam satu cita: berbagi dan melayani.
Inilah yang oleh WHO dimasukkan dalam aspek kesehatan sosial, rasa terhubung dengan komunitas dan punya peran dalam masyarakat. Di tengah zaman yang makin individualistik, kurban mengembalikan kita pada akar manusia sebagai makhluk sosial. Dan kesehatan sosial inilah yang menopang stabilitas mental dan bahkan ketahanan tubuh.
Spiritualitas Sebagai Fondasi Kesehatan Sejati
Walau tidak secara eksplisit disebut WHO, kesehatan spiritual kini makin diakui sebagai pilar penting dalam kebugaran menyeluruh. Idul Adha dan ibadah kurban adalah bentuk nyata dari kesehatan spiritual: hubungan yang kuat dengan Tuhan, rasa syukur, ikhlas, dan keyakinan bahwa hidup memiliki arah dan makna.
Orang yang sehat secara spiritual cenderung lebih tangguh dalam menghadapi cobaan, lebih mampu memaafkan, dan lebih damai menjalani hidup. Kurban melatih kita untuk melepaskan ego, mendekat pada Tuhan, dan membersihkan hati dari ketamakan.
Kurban: Jalan Menuju Kesehatan yang Paripurna
Jika kita cermati lebih dalam, Idul Adha sebenarnya adalah paket komplit menuju sehat dan sejahtera, bahkan melampaui defenisi sehat yang digaungkan oleh WHO. Kurban menjaga kita agar sehat secara fisik melalui makanan bergizi, memperkuat mental dengan rasa syukur dan ketulusan, mempererat hubungan sosial lewat berbagi dan gotong royong, dan menguatkan jiwa lewat ketundukan pada Tuhan.
Maka sangat tepat jika kita memaknai kurban bukan hanya sebagai kewajiban agama, tapi sebagai jalan holistik menuju sehat. Sehat dalam makna utuh, bukan sekadar bebas dari penyakit, tetapi hidup yang bermakna, tenang, dan terhubung dengan diri sendiri, sesama, dan Sang Pencipta.